Hal Yang Mungkin Terlupakan Di Dunia Maya
Manajemen waktu
Pengendalian psikologi manusia
Kesenangan bersosial media mungkin diawali oleh hadirnya like dan komentar yang menyenangkan hati. Pujian yang berdatangan tentu meningkatkan mood dan menjadikannya selalu ada harapan untuk mendapatkan like dan komentar yang positif di setiap postingan. Akhirnya muncullah postingan yang hanya menghadirkan indah dan kesempurnaan saja. Bukan berhenti di sana saja, kita pun menjadi sering membandingkan diri dengan orang lain. Akhirnya, kita menjadi lupa bahwa kita terjebak sebagai pencari pengakuan.
Selain itu, konten yang dihadirkan di sosial media tidaklah selalu positif. Bahkan sangat banyak yang memancing emosi. Terkadang kita merasa seperti dibawa ke dalam roller coster.
Emosi pun naik turun hingga kita lupa bahwa kita terjebak di dalamnya seperti dunia mimpi yang menyesakkan dada. Akankah kita akan terjaga atau terus tenggelam di dalamnya?
Dunia maya tak ubahnya dunia nyata
Kehadiran dunia maya memang memudahkan. Kita tak perlu bertemu muka untuk bertegur sapa. Bahkan dengan para selebriti pun sudah sangat mudah untuk berkomunikasi. Tidak seperti dahulu yang harus berkirim surat untuk mendapatkan tanda tangan dan foto. Saat ini kita bisa stalking siapa saja dan berkomentar di setiap posting-annya.
Tapi inilah akhirnya yang membuat maraknya komentar yang asal nyablak bahkan cenderung kejam. Kekejaman para netizen sudah bukan hal yang baru lagi. Bahkan, panasnya kolom komentar bisa membuat depresi orang yang menjadi korbannya. Beberapa kali kita bisa menyaksikan berita yang tidak mengenakkan soal ini.
Saya sudah coba memikirkan hal ini dari lama soal mengapa orang-orang dengan mudahnya berkata yang tidak pantas di dunia maya. Dan menurut saya ini adalah karena dua poin utama yaitu mereka tidak mengenal saya dan mereka tidak melihat saya. Yaa... itu semua karena mereka ada di dunia maya. Dunia mimpi yang bisa kita keluar darinya ketika kita terjaga.
Tapi benarkah demikian? Jawabannya adalah tentu tidak. Dan inilah hal besar yang sering terlupakan..
Karena sesungguhnya dunia maya tak ubahnya dengan dunia nyata.
Kehadiran dunia maya memang bisa menghapus kehadiran fisik. Tapi konteksnya di sini tetaplah sama. Di saat kita berkomentar, yang kita lakukan tak ubahnya berkomentar pada seseorang di tengah masyarakat ramai. Bayangkan saja tempat ramai seperti di pasar.
Ketahuilah, ketika kita berani bicara kasar hanya karena kita tidak terlihat dan merasa aman di balik tembok yang tinggi, bukankah kita hanyalah bagian dari seorang pengecut?
.
5 komentar
Aku-pun demikian, selalu heran dengan orang-orang yang suka ninggalin komentar jahat di media sosial, terutama milik artis. Ntah maksudnya apa, mungkin juga cari perhatian tapi caranya sungguh amat salah 😠
BalasHapusJujur, manajemen waktu untuk surfing di media sosial itu sulit, juga memilih informasi. Makanya aku stop menggunakan media sosial sementara waktu ini 😂
Iya..betul mba.. bukan cuma lidah, tapi jempol pun jg bisa menjadi harimaumu ya..
HapusManajemen waktu emang sulit y mba.. untuk menulispun aku sulit buat nyari waktu..hiks..
Iya, kalau sekarang lebih ke "jempolmu harimaumu" ya 😂
HapusAku juga merasakannya! Kadang ada waktu tapi idenya nggak ada huahahah. Semangat ya kak!
Manajemen waktu di social media itu emang susah banget. Bener kata mba, abis kita liat sesuatu di instagram misalnya nanti akan berlanjut terus sampai-sampai tak terasa udah 1 jam lebih aja hanya main socmed. Dan saya pun terjebak disini. Ingin rasanya bisa mengatur waktu dalam socmed tapi rasanya sulit sekali ya...
BalasHapusmedsos itu seakan godaan ya kak. kalo nggak bisa menyaring yang baik-baik, bisa-bisa jadi netizen yang nggak bijak. Aku sendiri kalo udah terlena mengexplore medsos bisa habis 15 menitan sih, itu aja udah membuang waktu buanget, haha.. Tapi kadang nemu ide buat bahan blogpost sih, jadi cari manfaatnya juga :D
BalasHapus